RESOLUSI DK PBB DAN SIKAP INDONESIA

Setelah mengklaim sukses atas uji coba nuklirnya pada 9 Oktober yang lalu, Korea Utara (Korut) harus mendapatkan perlawanan yang keras dari DK PBB. Dari 15 negara anggota dewan keamanaan semuanya secara aklamasi mendukung resolusi PBB no. 1718 yang menyatakan tentang sanksi dan embargo ekonomi bagi Korut. Semua negara anggota PBB diminta untuk mengawasi kargo dan barang keluar masuk dari dan ke Korea Utara.
Adalah menarik untuk dikaji bagaimana negara miskin seperti Korea Utara berani dengan tegas menantang hegemoni Barat, terutama Amerika yang menggunakan kendaraan PBB. Korea Utara yang berhaluan Komunis mungkin sedikit dipengaruhi oleh alasan ideologi untuk menentang barat yang notabenenya kapitalis. Kekalahan ideologi sosialis atas kapitalis pada beberapa dasawarsa silam mungkin menjadi semacam dasarnya. Dengan program nuklirnya, Korut mungkin ingin menunjukkan bahwa Amerika dan kapitalisnya masih harus memperhitungkan lagi ideologi sosialis sehingga negeri Paman Sam itu tidak terlalu menganggap dirinya sebagai pemilik dan pengatur dunia ini.

Mungkin bagi Kim Jong (Presiden Korut) melawan Amerika adalah sebuah keharusan disamping karena situasi politik dunia sedang berat sebelah. Kecenderungan politik dunia yang akomodatif terhadap setiap kepentingan AS dan sekutunya tetapi represif kepada negara lain, baik itu negara sosialis maupun dunia ketiga, harus dilakukan penyeimbangan.
Seperti kita ketahui, beberapa waktu sebelum uji coba nuklir Korut, AS dan anak emasnya, Israel, dengan dalih memberantas terorisme dan mengamankan dunia sangat gencar melakukan invasi dan agresi ke beberapa negara (Islam). Tindakan itu juga dibarengi dengan larangan produksi senjata dan nuklir, terutama sejak peristiwa WTC. Aksi yang menimbulkan perlawanan kelompok-kelompok muslim militan itu akhirnya diberantas AS dengan kekerasan. Adalah patut disayangkan bahwa pemicu utama peperangan itu tidak lain ambivalensi dan strandard ganda barat, dimana mereka melarang negara lain mengembangkan proyek senjata tetapi mereka sendiri melakukannya, bahkan dalam jumlah yang sangat besar sehingga menimbulkan reaksi dalam dunia Islam.

Ketegasan dan Keberanian Iran dan Korut
Sebelum Korut, agaknya Iran dapat menjadi bahasan juga. Ketegasan presidan Ahmedinejaad yang mengatakan Amerika adalah teroris dunia dan Iran akan siap melakukan peperangan dengannya serta terus mengembangkan produksi senjata patut diacungi jempol, oleh siapa saja yang masih peduli dengan keadilan. Antara Iran dan Korut mungkin berbeda dalam Ideologi--Iran menganut Islam sedangkan Korut adalah negara Komunis—namun antara keduanya mempunyai musuh yang sama, kapitalisme dan egoisme barat.
Agaknya, tesis Huttington dalam Clash of Civillication yang menyatakan bahwa setelah Sosialisme runtuh, maka Islam adalah musuh utama kapitalisme harus sedikit mengalami perubahan, karena keberanian Korut menentang perintah PBB (baca: Amerika) menjadi alasan bahwa Sosialisme juga masih punya taring, meski pendukungnya mulai pudar.
Apapun alasannya, keberanian Iran dan Korut harus mendapatkan nilai tersendiri dan harus dijadikan contoh. Tidak usah memandang apakah ideologi yang dianut kedua negara tersebut dan apakah ideologi itu yang menjadikan dasar perlawanan bagi keduanya, tetapi lebih pada nilai keadilan dan kemanusiaan.

Sikap Indonesia
Sangat disayangkan, jika Ahmedinejaad menolak dengan keras resolusi DK PBB itu, bahkan mengatakan bahwa resolusi itu hanyalah alat bagi Amerika utnuk melanggengkan kekuasaannya, Indonesia justru bersikap sebaliknya. Kementrian luar negeri Indonesia malah mendukung resolusi itu dengan dalih bahwa resolusi tersebut menjaga perdamaian dunia, klise. Mungkin memang Indonesia mesih belum bebas dan berani berbuat demi keadilan, mungkin kita termasuk negara penjilat. Ketergantungan pemerintah yang besar terhadap negara barat menjadi salah satu alasannya. Lepas dari jerat IMF bukan berarti Indonesia berani bersuara, karena utang pada negara lain dan bank dunia masih menumpuk. Dan yang terpenting, mengapa kita tidak pernah berani menantang Amerika, karena kita takut kalau-kalau Amerika marah. Jika begini sikap kita, maka kita seperti menyalakan bom waktu untuk bangsa ini juga. Karena cepat atau lambat, invasi Amerika dan barat akan sampai pada Indonesia juga. Kita hanya menunggu giliran. Maka yang terbaik adalah ikut melakukan penyeimbangan kekuatan politik dunia, tidak peduli apa akibatnya.