MIGRASI
Maaf kepada para pengunjung blog ini. Mulai sekarang anda dapat mengunjungi alamat blog saya yang terbaru. Klik di sini!
Maaf kepada para pengunjung blog ini. Mulai sekarang anda dapat mengunjungi alamat blog saya yang terbaru. Klik di sini!
Ada sebuah keunikan pada Musyawarah Daerah (Musyda) Bersama Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Gresik yang berlangsung pada 8 Juli 2007 kemarin. Jika biasanya tiap Ortom menggelar Musyda-nya sendiri-sendiri, maka Musyda kemarin dilangsungkan bersama dalam satu waktu dan satu tempat. Kiranya tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Musyda Bersama yang baru lalu bisa menjadi harapan sebagai titik tolak pergerakan Angkatan Muda Muhammadiyah yang lebih sinergis. Mengambil tema “Bersatu kita teguh, bersinarlah Muhammadiyah-ku”, Musyda Bersama seakan menandai komitmen AMM dalam berjuang dengan lebih dinamis dan harmonis.
Tema ini dirasa sangatlah relevan dengan konteks dinamika internal dan eksternal persyarikatan Muhammadiyah yang terasa bagai kurva menurun. Dalam banyak hal, Muhammadiyah mengalami banyak kemunduran, alih-alih menggalakkan progresifitas gerakan seperti amanat ciri gerakan Tajdid. Pemahaman keagamaan yang moderat dinilai mengacuhkan tradisi klasik, Pendidikan yang mengalami disparitas kualitas kota-daerah dan ketidak-berimbangan kuantitas dengan kualitas serta modus kerja yang mulai birokratik sehingga tidak respon dengan permasalahan di akar rumput, keterjebakan pada politik praktis dalam ranah yang sempit dan yang tidak kalah penting adalah melemahnya militansi dan ideologi Muhammadiyah, bahkan pada level pimpinan. Kondisi persyarikatan yang menuju titik nadir ini seyogyanya diwaspadai oleh semua elemen persyarikatan dan harus segera disiapkan tindakan preventif yang tidak hanya berupa wacana reflektif.
Musyda Bersama kemarin mengandaikan praksis gerakan yang lebih konkrit, yakni terutama dalam hal sinergi gerakan dan konsolidasi internal organisasi. Bukan rahasia lagi jika dalam persyarikatan kita, persoalan seputar generasi muda Muhammadiyah sudah berada pada stadium akut. Kesulitan mencari kader menjadi hal yang umum di semua elemen organisasi, baik struktur horisontal (majelis, lembaga, ortom) maupun vertikal (ranting sampai pusat). Kesulitan ini ditambah lagi dengan dekadensi ideologi yang banyak membuat kader Muhammadiyah lari dan berpaling kepada gerakan lain.
Kita dapat mengidentifikasi secara general permasalahan ini pada beberapa poin, yakni:
1. Komunikasi
Intensitas komunikasi yang rendah antar personil ortom maupun antar ortom menjadi penyebab dishamoni dalam persyarikatan. Mungkin kita bisa menyangkal hal ini dengan mengatakan bahwa ortom dalam Muhammadiyah adalah organisasi se-visi yang implikasi logisnya selalu bersama-sama dalam gerakan dan pemikirannya. Namun kenyataan menunjukkan hal yang sebaliknya.
Seperti kita lihat (dan kita rasakan), jarang sekali—kalau tidak dikatakan tidak pernah—ortom Muhammadiyah mengadakan kegiatan bersama, kalaupun ada mungkin hanya sebatas rutinitas periodik, seperti Musyawarah atau pelantikan. Anggota satu ortom tidak saling kenal dengan anggota ortom yang lain.
Komunikasi yang kurang intensif juga bisa membuat kader tidak paham akan strukturisasi organisasi sehingga ketika dia keluar dari satu ortom, tidak dilanjutkan dengan masuk pada ortom lain. Katakanlah kader IRM (mungkin nanti IPM) yang sudah bukan R (Remaja) lagi, tidak melanjutkan ke Pemuda atau IMM (jika dia masuk Kuliah). Anggota ortom juga kesulitan mencari generasi karena keterputusan komunikasi dan informasi dengan ortom lain.
Hal ini bisa menjadi bahaya laten persyarikatan, mengingat bahwa jebolan generasi mudanya-lah yang akan menggantikan posisi pimpinan persyarikatan Muhammadiyah.
2. Ideologi
Beberapa kasus yang mencuat akhir-akhir ini seputar kader adalah banyaknya generasi muda Muhammadiyah yang lari dan berpaling pada gerakan lain, semacam tarbiyah. Menarik untuk mencermati simpang-siur pendapat tentang hal ini. Dari pihak Muhammadiyah banyak yang menyalahkan organisasi yang menarik kader kedalam gerakan mereka, disisi lain, mereka yang berpaling menganggap bahwa Muhammadiyah sudah “kering” nuansa religius dan aktifitasnya.
Hal ini juga tidak terlepas dari lemahnya penanaman ideologi Muhammadiyah. Kontribusi lembaga pendidikan Muhammadiyah—yang idealnya, seperti tertuang dalam kaidah pendidikan, adalah terwujudnya tujuan Muhammadiyah, mengandaikan terwujudnya kader persyarikatan—belum begitu signifikan dalam ideologisasi ini. Pengetahuan tentang kemuhammadiyahan begitu lemah sehingga mudah goyah. Nilai filosofis dasar perjuangan seperti dalam MKCHM, Mukaddimah AD/ART, Langkah 12, Khittah Perjuangan menjadi barang asing, bahkan bagi pimpinan dan aktivis Muhammadiyah.
3. Sinergi
Dalam sebuah persyarikatan dengan struktur organisasi yang kompleks seperti Muhammadiyah di mana ada banyak ortom dan majelis di dalamnya, permasalahan independensi kadang berbenturan dengan sinergitas. Memang setiap ortom dan majelis/bidang wajib merancang program kerja dan kebijakan secara independen, namun sinergi gerakan dengan elemen organisasi yang lain tidak boleh diabaikan. Mudahnya, program kerja dan kebijakan antar ortom, majelis atau bidang jangan sampai berseberangan, tetapi melengkapi.
KONSOLIDASI INTERNAL
Menyikapi perkembangan diatas, seperti dikatakan Haedar Nashir dalam situs resmi PP Muhammadiyah, kita perlu melakukan konsolidasi internal (yang mana hal ini juga diamanatkan dalam SK PP no. ). Konsolidasi internal yang dimaksud antara lain:
1. Menanamkan kembali kepada anggota mengenai hakikat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam agar seluruh anggota Persyarikatan yakin dan paham betul akan kebenaran Islam yang menjadi misi utama Muhammadiyah, sehingga tidak ragu-ragu dan tidak memilih gerakan lain
2. Memahami dan menghayati secara mendalam mengenai hakikat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang melaksanakan dakwah dan tajdid, sehingga mereka berada dalam posisi untuk menampilkan Islam yang bersifat pemurnian sekaligus pembaruan, tidak semata-mata pemurnian ala Wahabiyah atau Salafy yang rigid, juga sebaliknya tidak terjebak pada sekularisasi pemikiran Islam yang lepas dari sumbu dasar Islam
3. Menggerakkan Muhammadiyah dalam melaksanakan dakwah dan tajdid melalui usaha-usahanya secara ikhlas, sungguh-sungguh, gigih, dan berkelanjutan; sehingga secara istiqamah dan militan menjadi kekuatan umat yang berjuang menegakan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya
4. Menggalang ukhuwah dan soliditas internal gerakan sehingga menjadi kekuatan yang kokoh; tidak tercerai-berai, dan tidak berpaling ke gerakan lain apapun bentuknya apalagi gerakan politik kendati bersayap dakwah sebab Muhammadiyah merupakan gerakan dakwah yang sudah teruji dan tidak ada kepentingan politik kekuasaan
5. Mengembangkan sistem gerakan melalui penguatan jama‘ah, jam‘iyah, dan imamah sehingga gerak Muhammadiyah berjalan secara terorganisasi dan kuat; memiliki disiplin organisasi yang tinggi, dan semuanya hanya bernaung dalam sistem Muhammadiyah secara utuh
6. Menyiapkan sumberdaya manusia dan kader yang unggul, militan, cerdas, dan siap membela organisasi dengan istiqamah dan rasa memiliki dan berkomitmen yang tinggi
7. Menata dan mengkonsolidasi kembali seluruh amal usaha sebagai alat/kepanjangan misi Persyarikatan sekaligus ajang kaderisasi Muhammadiyah, termasuk menyeleksi dan membina seluruh orang yang berkiprah di dalamnya, sehingga amal usaha itu benar-benar mengikatkan, memposisikan, dan memfungsikan diri sebagai milik Muhammadiyah, dan bukan milik mereka yang berada di amal usaha apalagi nilik organisasi lain; yang harus dikelola dengan sistem dan disiplin organisasi Muhammadiyah
8. bersikap tegas terhadap organisasi manapun yang masuk dan dapat mengganggu tatanan serta kelangsungan Muhammadiyah, lebih-lebih terhadap partai politik apapun termasuk partai politik yang mengemban misi dakwah sebagai mereka adalah organisasi lain yang berada di luar; bahwa semuanya harus dibingkai ukhuwah tentu saja tetapi harus bersikap timbal-balik dan saling mengormati
9. Melakukan langkah-langkah pembinaan anggota secara intensif dan sistematik dengan pendekatan-pendekatan klasik dan baru agar tumbuh sebagai anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyahh yang istiqamah dan membela sepenuh hati misi serta kepentingan Muhammadiyah, lebih-lebih di saat kritis dan harus memilih
10. Mengembangkan usaha dan kemampuan-kemampuan kompetitif serta jaringan-jaringan kerjasama secara independen dengan pihak manapun sehingga Muhammadiyah menjadi gerakan yang unggul dan dirasakan kehadirannya sebagaimana layaknya gerakan Islam yang terbesar di negeri ini.
Atas dasar semua hal diatas, maka amatlah relevan dan urgen kiranya semua elemen Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) baik itu Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA) dan Pemuda Muhammadiyah (PM) berusaha untuk mulai mewujudkan nuansa pergerakan yang lebih solid, komunikatif dan sinergis. Mengingat bagaimanapun generasi muda Muhammadiyah nantinya akan menjadi penerus keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah.
Forum Komunikasi Angkatan Muda Muhammadiyah (Forkom-AMM), sesuai namanya, adalah sebuah forum yang menjadi media komunikasi inter dan intra ortom Muhammadiyah, baik secara struktural-organisatoris maupun kultural-personal.
Embrio pembentukan Forkom-AMM ini telah muncul pada saat Musyda yang baru lalu, yakni tersirat pada tema Musyda: Bersatu Kita Teguh, Bersinarlah Muhammadiyah-ku. Jika setelah Musyda ternyata Angkatan Muda Muhammadiyah masih belum bisa mewujudkan persatuan yang digadang-gadangkan itu, maka berarti tema Musyda kemarin hanyalah sebuah Jargon omong kosong.
Bagaimana tanggapan kawan-kawan yang lain?
RELEVANSI MAULID DI ERA GLOBALISASI
Dulu, sekitar 2001 tahun kebelakang (menurut penanggalan Hijriah) telah lahir seorang anak manusia yang mampu merubah tatanan dunia. Meninggalkan warisan yang mendalam dalam sejarah kebudayaan manusia. Memutar balik sosio-kultural masyarakat Arab dari tribalisme pada persaudaraan dan kesaudaraan (Brotherhood). Membawa ajaran tauhid yang menjadi landasan kehidupan menggantikan kepercayaan polytheistik. Dialah Nabi Muhammad SAW, Rasulullah dan penutup para nabi.
Nabi Muhammad adalah presentasi sempurna manusia sebagai khalifatullah. Nabi Muhammad saw adalah nama terbesar sepanjang sejarah manusia. Sebuah syair Arab melukiskan: Muhammad basyarun laa kal basyar, bal huwa kal yakut bainal hajraini"Muhammad saw adalah manusia biasa seperti manusia yang lain, tapi ia bersinar laksana mutiara diantara dua batu hitam". Bahkan orientalis pun mengagumi pribadi nabi.
Dengan berbagai tolak ukur, mereka menempatkan nabi sebagai manusia terbesar sepanjang sejarah kemanusiaan. Sebut saja Thomas Charlyle dengan tolak ukur "kepahlawanan", Marcos Dods dengan "keberanian moral", Nazmi Luke dengan "metode pembuktian ajaran", Will Durant dengan "hasil karya" dan terakhir Michael H. Hart dengan "pengaruh yang ditinggalkan".
Relevansi Maulid
Perlu diketahui bahwa peringatan Maulid seperti yang ada sekarang ini bukanlah ajaran nabi sendiri. Sebagian besar ahli sejarah sepakat bahwa perayaan Maulid terjadi pertama kali pada pemerintahan Salahuddin Al Ayyubi (.1138-1193) yang pada mulanya difungsikan sebagai pemompa semangat juang pasukan muslim dalam perang Salib. Di sini kita tinggalkan dulu perdebatan mengenai boleh tidaknya peringatan Maulid nabi, yang perlu kita renungkan adalah jika memang kita merayakan maulid, maka hikmah apakah atau keteladanan apakah yang perlu kita gali dari pribadi nabi. Apa yang bisa kita transformasikan kedalam diri kita melalui refleksi ini?
Adalah perlu untuk kita tekankan bahwa Nabi Muhammad saw adalah manusia biasa seperti kita, bukan penjelmaan Tuhan seperti konsepsi Kristiani tentang Yesus, atau--seperti yang ditulis Emha--untuk menjadi seperti itu, nabi juga perlu usaha. Beliau berjuang untuk jujur, rendah hati, dan sebagainya. Ini pelajaran awal bagi kita bahwa kita pun bisa "seperti" nabi, dalam artian berusaha menjadi manusia sempurna (istilah Nietze) atau Insan Kamil (bahasa al-Qur'an). Mungkin benar jika nabi mendapat bimbingan dan petunjuk dari Allah, tetapi itu melalui Jibril dan kini giliran kita meneladani nabi dengan petunjuk Allah melalui ajaran nabi.
Keadaan sosio-kultural masyarakat Arab sebelum turunnya wahyu yang pertama sangatlah kacau. Budaya Tribalisme tinggi mengharuskan suku-suku kecil berlindung dibawah kekuasaan suku yang disegani. Pembunuhan selalu dibalas dengan pembunuhan. Kelahiran anak perempuan dianggap aib yang merendahkan martabat sang ayah, karena pada saat itu, wanita tidak dihormati karena tidak bisa berperang sehingga seringkali sang ayah tega membunuh bayinya jika yang lahir adalah perempuan (seperti kasus Umar sebelum masuk Islam). Mencuri, berjudi, mabuk-mabukan dan berzina menjadi sesuatu yang umum. Kepemilikan jumlah budak menjadi kriteria kehormatan. Seorang laki-laki boleh mengawini istri saudaranya jika saudaranya meninggal. Keadaan yang akut seperti ini memaksa beberapa orang yang konsisten dan tidak setuju dengan sistem sosial seperti ini untuk sering berkontemplasi. Tercatat orang-orang yang terpandang seperti Abdul Muthalib dan Abu Thalib adalah yang sering bertafakkur mencari jalan untuk merubah keadaan kaumnya, disamping juga nabi Muhammad saw yang saat itu berumur 40 tahun. Namun dari beberapa orang tersebut, pilihan Allah jatuh pada diri Nabi.
Dengan wahyu pertama yang sangat revolusioner nabi diserahi tugas dan tanggung jawab yang paling berat yang pernah diemban manusia. "Iqra'", bacalah. Baca apa? apa yang harus dibaca nabi? di goa Hira' tidak ada tulisan apapun yang bisa dibaca, bahkan wahyu itu sendiri berbentuk lambang bunyi yang dibisikkan Jibril. Jadi, apa makna perintah: Bacalah! itu? Yang perlu dibaca adalah keadaan masyarakat, lalu ubahlah keadaan itu menjadi lebih baik. Mengenai hal ini akan kita bahas lebih dalam nanti dalam momen yang lebih tepat semisal Nuzulul Qur'an.
Dengan dimulainya perintah itu, nabi berusaha sekuat tenaga untuk merubah tatanan maasyarakat yang salah kaprah dalam sekitar 23 tahun masa kenabiannya berhasil membentuk suatu prototipe kebudayaan dan pemerintahan yang sempurna, masyarakat madani, sivil society.
Saat ini kita di sini. Hidup di masa yang jauh setelah berlalunya periode sejarah emas itu. Lalu apa yang kita lakukan dengan peringatan maulid nabi? Mungkin benar bahwa konteks sosial masyarakat saat ini berbeda dengan zaman nabi dulu, tetapi keadaannya tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Kriminal merajalela, perbudakan gaya baru sudah dan sedang terjadi, degradasi moral menjadikan masyarakat flash-back pada budaya tribal, pentidak-murnian ajaran Islam terjadi dengan neo-polytheisme , pendek kata, situasi dunia post-modern mempunyai kesamaan dengan zaman nabi dulu.
Apa artinya ini? Artinya dengan memperingati maulid nabi, kita menteladai pribadi nabi, mentransformasikan pesan-pesan profetik yang dibawanya dan mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus "membayangkan" bahwa kini kita "diberi wahyu" dan mengemban tanggung jawab yang dulu dibawa nabi. Mari kita merubah tatanan dunia menuju maasyarakat madani seperti yang berhasil dilakukan nabi 1500 tahun yang lalu. MARI!!!
MENULIS ITU GAK SUSAH KOK!
Tips untuk kamu yang pengen menulis.
Mungkin banyak diantara kita yang merasa segan dan malas jika mendapat tugas menulis. Biasanya alasan yang dominan mengapa kita tidak mau melakukannya adalah merasa tidak bisa, atau sulit memilih kata. Hal ini kemudian menghasilkan asumsi yang banyak berkembang di masyarakat bahwa menulis itu mutlak membutuhkan bakat, seseorang yang berbakat menulis akan bisa menulis dan sebaliknya, jika seseorang tidak berbakat, maka dia tidak akan bisa menulis. Asumsi ini jelas-jelas salah. Menulis pada dasarnya bisa dilakukan semua orang, baik dia berbakat atau pun tidak. Masalahnya adalah bagaimana kemudian kita menghasilkan tulisan yang bagus, baik dari segi pemilihan kata, struktur, gaya maupun plastisitas.
Tulisan yang baik dihasilkan dari penulis yang baik dan penulis yang baik ditempa oleh pengalaman!!. Mungkin ini adalah dasar yang mesti kita pegang jika ingin menghasilkan tulisan yang baik. Hukum alam masih berlaku dalam tulis-menulis, semakin sering maka semakin berpengalaman, semakin berpengalaman maka semakin bisa.
Kesulitan awal
Ada perbedaan antara "penulis pemula" dan "memulai menulis". "penulis pemula" adalah orang yang baru belajar bagaimana cara menulis yang baik sedangkan "memulai menulis" adalah usaha awal yang dilakukan seorang penulis, tidak perduli dia amatir ataukah profesional.
Namun dari keduanya ada korelasi yang erat. Seorang penulis pemula biasanya menghadapi kesulitan awal jika dia ingin menulis, yakni bagaimana, dari mana atau dengan apa dia harus memulai tulisannya. Seseorang yang terbiasa menulis, akan mudah menentukan bagaimana, dari mana dan dengan apa dia memulai menulis. Seorang penulis akan merasa enjoy dan "flow" jika dia berhasil mendobrak kesulitan awal ini. Jadi intinya adalah : Biasakan menulis, agar mengetahui bagaimana memulai menulis!!
Apa yang dibutuhkan untuk dapat menulis?
Sama dengan masalah yang lain, menulis juga butuh modal. Ada beberapa hal yang harus kita penuhi agar kita "bisa" menulis, diantaranya:
1. IDEALISME. Seorang penulis harus punya idealisme, sehingga ketika mengetahui sebuah persoalan dia bisa menyikapinya, entah berbentuk negasi, persetujuan, atau netral. Idealisme itu bisa berwujud macam-macam ideologi.
2. MEMBACA. Kalau kamu tidak pernah "membaca", maka kamu tidak akan pernah bisa menulis. Analoginya seperti rekaman musik, jika tidak ada yang direkam, maka tidak akan ada yang bisa didengarkan.
3. KEPEDULIAN. Apa jadinya jika kamu tidak perduli dengan suatu hal?, kamu tidak akan tertarik untuk mengamati, menyikapi dan mengekspresikannya.
Kapan kita menulis?
Waktu yang paling baik untuk menulis adalah: SAAT KAMU SEDANG MOOD. Dalam kondisi tersebut energi yang kamu miliki sedang dalam puncaknya, Idealisme kamu sedang tinggi, Emosi kamu sedang "In", sehingga transfer "perasaan" dan kekuatan tulisan bisa maksimal. Percaya atau tidak, tulisan yang dihasilkan sesorang dengan semangat, emosional dengan yang "datar-datar saja", sangat terasa bedanya, terutama bagi pembaca yang sudah berpengalaman. Analoginya seperti "membuat sambal", meskipun kadar cabenya sama dan dengan alat yang sama, lain tangan maka lain rasa dan pedasnya. Betul?
Dan jika kamu sedang mood, usahakan JANGAN MENUNDA MENULIS!!. Kalau ditunda, perasaanmu sudah tidak sama lagi dengan sebelumnya.
Kesalahan umum "penulis pemula"
Seseoran yang jarang menulis atau yang ingin belajar menulis biasanya dihinggapi suatu penyakit dan kesalahan umum: TAKUT TULISANNYA DICAP JELEK!!!. Ingat, semakin sering kamu menulis maka semakin baik tulisan yang kamu hasilkan. Gaya bahasa, plastisitas, pemilihan kata dan lain sebagainya akan terbentuk dengan sendirinya secara alami jika kamu sering menulis dan MEMPERHATIKAN TULISAN ORANG LAIN. Dengan begitu maka kamu semakin banyak belajar, dan satu hal lagi JANGAN MEMAKSAKAN DIRI MENGIKUTI GAYA TULISAN ORANG LAIN. Gaya tulisan bisa berbeda dan tidak harus sama.
Memulai menulis
Bagaimana, sudah mulai tertarik untuk mendalami dunia tulis-menulis? LAKUKAN DARI SEKARANG!!
Kamu bisa mulai dengan menulis tanggapan terhadap tulisan ini.
Atau di lain kesempatan kamu bisa belajar dengan menulis hal-hal yang sederhana, misalnya tentang diri kamu, binatang piaraanmu, apa kejadian yang menurut kamu menarik di sekolah pagi ini, atau pendapatmu tentang perkembangan peristiwa populer. Selamat mencoba.
MENULIS ITU GAK SUSAH KOK!
Tips untuk kamu yang pengen menulis.
Mungkin banyak diantara kita yang merasa segan dan malas jika mendapat tugas menulis. Biasanya alasan yang dominan mengapa kita tidak mau melakukannya adalah merasa tidak bisa, atau sulit memilih kata. Hal ini kemudian menghasilkan asumsi yang banyak berkembang di masyarakat bahwa menulis itu mutlak membutuhkan bakat, seseorang yang berbakat menulis akan bisa menulis dan sebaliknya, jika seseorang tidak berbakat, maka dia tidak akan bisa menulis. Asumsi ini jelas-jelas salah. Menulis pada dasarnya bisa dilakukan semua orang, baik dia berbakat atau pun tidak. Masalahnya adalah bagaimana kemudian kita menghasilkan tulisan yang bagus, baik dari segi pemilihan kata, struktur, gaya maupun plastisitas.
Tulisan yang baik dihasilkan dari penulis yang baik dan penulis yang baik ditempa oleh pengalaman!!. Mungkin ini adalah dasar yang mesti kita pegang jika ingin menghasilkan tulisan yang baik. Hukum alam masih berlaku dalam tulis-menulis, semakin sering maka semakin berpengalaman, semakin berpengalaman maka semakin bisa.
Kesulitan awal
Ada perbedaan antara "penulis pemula" dan "memulai menulis". "penulis pemula" adalah orang yang baru belajar bagaimana cara menulis yang baik sedangkan "memulai menulis" adalah usaha awal yang dilakukan seorang penulis, tidak perduli dia amatir ataukah profesional.
Namun dari keduanya ada korelasi yang erat. Seorang penulis pemula biasanya menghadapi kesulitan awal jika dia ingin menulis, yakni bagaimana, dari mana atau dengan apa dia harus memulai tulisannya. Seseorang yang terbiasa menulis, akan mudah menentukan bagaimana, dari mana dan dengan apa dia memulai menulis. Seorang penulis akan merasa enjoy dan "flow" jika dia berhasil mendobrak kesulitan awal ini. Jadi intinya adalah : Biasakan menulis, agar mengetahui bagaimana memulai menulis!!
Apa yang dibutuhkan untuk dapat menulis?
Sama dengan masalah yang lain, menulis juga butuh modal. Ada beberapa hal yang harus kita penuhi agar kita "bisa" menulis, diantaranya:
1. IDEALISME. Seorang penulis harus punya idealisme, sehingga ketika mengetahui sebuah persoalan dia bisa menyikapinya, entah berbentuk negasi, persetujuan, atau netral. Idealisme itu bisa berwujud macam-macam ideologi.
2. MEMBACA. Kalau kamu tidak pernah "membaca", maka kamu tidak akan pernah bisa menulis. Analoginya seperti rekaman musik, jika tidak ada yang direkam, maka tidak akan ada yang bisa didengarkan.
3. KEPEDULIAN. Apa jadinya jika kamu tidak perduli dengan suatu hal?, kamu tidak akan tertarik untuk mengamati, menyikapi dan mengekspresikannya.
Kapan kita menulis?
Waktu yang paling baik untuk menulis adalah: SAAT KAMU SEDANG MOOD. Dalam kondisi tersebut energi yang kamu miliki sedang dalam puncaknya, Idealisme kamu sedang tinggi, Emosi kamu sedang "In", sehingga transfer "perasaan" dan kekuatan tulisan bisa maksimal. Percaya atau tidak, tulisan yang dihasilkan sesorang dengan semangat, emosional dengan yang "datar-datar saja", sangat terasa bedanya, terutama bagi pembaca yang sudah berpengalaman. Analoginya seperti "membuat sambal", meskipun kadar cabenya sama dan dengan alat yang sama, lain tangan maka lain rasa dan pedasnya. Betul?
Dan jika kamu sedang mood, usahakan JANGAN MENUNDA MENULIS!!. Kalau ditunda, perasaanmu sudah tidak sama lagi dengan sebelumnya.
Kesalahan umum "penulis pemula"
Seseoran yang jarang menulis atau yang ingin belajar menulis biasanya dihinggapi suatu penyakit dan kesalahan umum: TAKUT TULISANNYA DICAP JELEK!!!. Ingat, semakin sering kamu menulis maka semakin baik tulisan yang kamu hasilkan. Gaya bahasa, plastisitas, pemilihan kata dan lain sebagainya akan terbentuk dengan sendirinya secara alami jika kamu sering menulis dan MEMPERHATIKAN TULISAN ORANG LAIN. Dengan begitu maka kamu semakin banyak belajar, dan satu hal lagi JANGAN MEMAKSAKAN DIRI MENGIKUTI GAYA TULISAN ORANG LAIN. Gaya tulisan bisa berbeda dan tidak harus sama.
Memulai menulis
Bagaimana, sudah mulai tertarik untuk mendalami dunia tulis-menulis? LAKUKAN DARI SEKARANG!!
Kamu bisa mulai dengan menulis tanggapan terhadap tulisan ini.
Atau di lain kesempatan kamu bisa belajar dengan menulis hal-hal yang sederhana, misalnya tentang diri kamu, binatang piaraanmu, apa kejadian yang menurut kamu menarik di sekolah pagi ini, atau pendapatmu tentang perkembangan peristiwa populer. Selamat mencoba.
KEANGKUHAN INTELEKTUAL
Sahabat Ali r.a. pernah berkata : ”Undzur Maa Qala, Wa Lan Tandzur Man Qala”, yang artinya kurang lebih: Lihatlah apa yang dikatakan, tetapi jangan melihat siapa yang mengatakan. Adagium ini menunjukkan kearifan dan kerendahan hati, sesuai dengan pepetah: Bagai Padi, makin tua makin merunduk. Namun dalam kenyataannya, mengimplementasikan adagium ini dalam kehidupan sehari-hari sangatlah sulit dan tidak semua orang bisa melakukannya, bahkan orang yang mempunyai tingkat intelektualitas tinggi pun belum tentu bisa melakukannya. Faktor psikologis seperti: malu, gengsi, merasa direndahkan dan sebagainya menjadi momok tersendiri.
Seorang dosen pernah kelimpungan ketika penjelasan yang dia berikan pada mahasiswa dalam sebuah perkuliahan bertentangan dengan apa yang pernah dikatakan sebelumnya, masalahnya dia tidak mau mengakui hal itu dan mencari-cari jawaban apologetik, terasa naif dan lucu. Sehingga setelah sang dosen keluar ruangan, seisi kelas tertawa sinis sambil mengatakan: besok kita bawa recorder jika dosen ini mengajar. Mungkin sang dosen merasa sungkan jika harus mengakui kesalahannya, merasa direndahkan mahasiswa, tidak mau dipikir lebih pintar sang mahasiswa.
Fenomena seperti ini sangat sering terjadi disekitar kita, bahkan kita sendiri pun—kemungkinan besar—pernah melakukannya. Ini wajar, sejauh apa yang kita lakukan masih berada pada taraf normal. Tetapi ketika karena merasa malu, gengsi dan sebagainya itu kita sampai berbohong, berapologetik dan memutar-mutar kata, maka sesungguhnya kita terkena sindrome yang dinamakan keangkuhan Intelektual. Merasa lebih pandai, gelar akademik berderet panjang dibelakang nama yang singkat, lebih tua dan status-status sosial yang tinggi sehingga ketika ada orang lain yang dirasa kelasnya masih dibawahnya, maka dia tidak mau menerima apa yang disampaikan.
Contoh dari “Keangkuhan Intelektual” yang sering terjadi adalah ketika ada pembelajaran “khutbah” siswa, maka dapat dipastikan guru-guru yang hadir atau kelas yang lebih tinggi akan sibuk dengan urusannya masing-masing, duduk menepi dan tidak memperhatikan pembicara. Asumsi sepintas yang muncul adalah “aku sudah tahu apa yang kamu sampaikan”. Contoh lain adalah merasa apa yang sudah diketahuinya, diyakini sebagai kebenaran mutlak, tidak mungkin salah. Sehingga jika ada pendapat lain dalam sebuah diskusi atau debat, maka dia serta merta menolaknya tanpa dikaji dan ditimbang lebih jauh.
Apapun persoalannya, jika asumsi dasar sudah begini maka akan sulit merubah dan menerima keyakinan orang lain. Salah satu prinsip ilmu adalah selalu berkembang, apa yang benar menurut ilmu saat ini belum tentu benar menurut ilmu yang akan datang jika ditemukan penjelasan yang lebih memadai, ini terkait dengan prinsip spekulatif ilmu. Salah satu contohnya adalah perhitungan kecepatan partikel. Jika dulu sebelum ditemukan teori relativitas Einstein, maka yang digunakan adalah rumus kecepatan milik Newton, tetapi ternyata kemudian rumus itu diketahui tidak sesuai untuk pertikel yang bergerak dengan kecepatan tinggi.
Melihat kenyataan ini maka sepatutnya kita merasa bahwa apa yang kita ketahui sebenarnya hanyalah setitik nila yang terombang-ambing dalam luasnya samudra pengetahuan. Disamping itu pula dengan prinsip asal ilmu dimulai dari keragu-raguan, seperti kata Rene Descartes, De omnibus dubitandum!, segala sesuatu harus diragukan (dalam perspektif keilmuan, tentunya) maka itu juga termasuk kita meragukan kembali apa yang kita yakini sebelumnya.
Dengan keraguan itu akan muncul dua kemungkinan, kita menggantinya dengan sesuatu yang baru karena lebih benar, atau semakin yakin dengan apa yang dipegang sebelumnya. Namun tetap harus disadari ini hanya bisa dilakukan dalam koridor ”wilayah keilmuan”, diluar itu tidak bisa. Katakanlah agama, agama mempunyai prinsip lain dengan ilmu. Kalau ilmu dimulai dengan keragu-raguan kama agama dimulai dengan keyakinan. Hal ini terkait dengan obyek masing-masing. Kalau ilmu memperhatikan wilayah ”empirik dan impersonal” maka agama adalah ”metafisik dan personal”.Tetapi tetap, dalam wilayah keilmuan, kita harus menghindari apa yang dinamakan keangkuhan intelektual.