FORUM KOMUNIKASI ANGKATAN MUDA MUHAMMADIYAH GRESIK

Ada sebuah keunikan pada Musyawarah Daerah (Musyda) Bersama Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Gresik yang berlangsung pada 8 Juli 2007 kemarin. Jika biasanya tiap Ortom menggelar Musyda-nya sendiri-sendiri, maka Musyda kemarin dilangsungkan bersama dalam satu waktu dan satu tempat. Kiranya tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Musyda Bersama yang baru lalu bisa menjadi harapan sebagai titik tolak pergerakan Angkatan Muda Muhammadiyah yang lebih sinergis. Mengambil tema “Bersatu kita teguh, bersinarlah Muhammadiyah-ku”, Musyda Bersama seakan menandai komitmen AMM dalam berjuang dengan lebih dinamis dan harmonis.

Tema ini dirasa sangatlah relevan dengan konteks dinamika internal dan eksternal persyarikatan Muhammadiyah yang terasa bagai kurva menurun. Dalam banyak hal, Muhammadiyah mengalami banyak kemunduran, alih-alih menggalakkan progresifitas gerakan seperti amanat ciri gerakan Tajdid. Pemahaman keagamaan yang moderat dinilai mengacuhkan tradisi klasik, Pendidikan yang mengalami disparitas kualitas kota-daerah dan ketidak-berimbangan kuantitas dengan kualitas serta modus kerja yang mulai birokratik sehingga tidak respon dengan permasalahan di akar rumput, keterjebakan pada politik praktis dalam ranah yang sempit dan yang tidak kalah penting adalah melemahnya militansi dan ideologi Muhammadiyah, bahkan pada level pimpinan. Kondisi persyarikatan yang menuju titik nadir ini seyogyanya diwaspadai oleh semua elemen persyarikatan dan harus segera disiapkan tindakan preventif yang tidak hanya berupa wacana reflektif.

Musyda Bersama kemarin mengandaikan praksis gerakan yang lebih konkrit, yakni terutama dalam hal sinergi gerakan dan konsolidasi internal organisasi. Bukan rahasia lagi jika dalam persyarikatan kita, persoalan seputar generasi muda Muhammadiyah sudah berada pada stadium akut. Kesulitan mencari kader menjadi hal yang umum di semua elemen organisasi, baik struktur horisontal (majelis, lembaga, ortom) maupun vertikal (ranting sampai pusat). Kesulitan ini ditambah lagi dengan dekadensi ideologi yang banyak membuat kader Muhammadiyah lari dan berpaling kepada gerakan lain.

Kita dapat mengidentifikasi secara general permasalahan ini pada beberapa poin, yakni:

1. Komunikasi

Intensitas komunikasi yang rendah antar personil ortom maupun antar ortom menjadi penyebab dishamoni dalam persyarikatan. Mungkin kita bisa menyangkal hal ini dengan mengatakan bahwa ortom dalam Muhammadiyah adalah organisasi se-visi yang implikasi logisnya selalu bersama-sama dalam gerakan dan pemikirannya. Namun kenyataan menunjukkan hal yang sebaliknya.

Seperti kita lihat (dan kita rasakan), jarang sekali—kalau tidak dikatakan tidak pernah—ortom Muhammadiyah mengadakan kegiatan bersama, kalaupun ada mungkin hanya sebatas rutinitas periodik, seperti Musyawarah atau pelantikan. Anggota satu ortom tidak saling kenal dengan anggota ortom yang lain.

Komunikasi yang kurang intensif juga bisa membuat kader tidak paham akan strukturisasi organisasi sehingga ketika dia keluar dari satu ortom, tidak dilanjutkan dengan masuk pada ortom lain. Katakanlah kader IRM (mungkin nanti IPM) yang sudah bukan R (Remaja) lagi, tidak melanjutkan ke Pemuda atau IMM (jika dia masuk Kuliah). Anggota ortom juga kesulitan mencari generasi karena keterputusan komunikasi dan informasi dengan ortom lain.

Hal ini bisa menjadi bahaya laten persyarikatan, mengingat bahwa jebolan generasi mudanya-lah yang akan menggantikan posisi pimpinan persyarikatan Muhammadiyah.

2. Ideologi

Beberapa kasus yang mencuat akhir-akhir ini seputar kader adalah banyaknya generasi muda Muhammadiyah yang lari dan berpaling pada gerakan lain, semacam tarbiyah. Menarik untuk mencermati simpang-siur pendapat tentang hal ini. Dari pihak Muhammadiyah banyak yang menyalahkan organisasi yang menarik kader kedalam gerakan mereka, disisi lain, mereka yang berpaling menganggap bahwa Muhammadiyah sudah “kering” nuansa religius dan aktifitasnya.

Hal ini juga tidak terlepas dari lemahnya penanaman ideologi Muhammadiyah. Kontribusi lembaga pendidikan Muhammadiyah—yang idealnya, seperti tertuang dalam kaidah pendidikan, adalah terwujudnya tujuan Muhammadiyah, mengandaikan terwujudnya kader persyarikatan—belum begitu signifikan dalam ideologisasi ini. Pengetahuan tentang kemuhammadiyahan begitu lemah sehingga mudah goyah. Nilai filosofis dasar perjuangan seperti dalam MKCHM, Mukaddimah AD/ART, Langkah 12, Khittah Perjuangan menjadi barang asing, bahkan bagi pimpinan dan aktivis Muhammadiyah.

3. Sinergi

Dalam sebuah persyarikatan dengan struktur organisasi yang kompleks seperti Muhammadiyah di mana ada banyak ortom dan majelis di dalamnya, permasalahan independensi kadang berbenturan dengan sinergitas. Memang setiap ortom dan majelis/bidang wajib merancang program kerja dan kebijakan secara independen, namun sinergi gerakan dengan elemen organisasi yang lain tidak boleh diabaikan. Mudahnya, program kerja dan kebijakan antar ortom, majelis atau bidang jangan sampai berseberangan, tetapi melengkapi.


KONSOLIDASI INTERNAL

Menyikapi perkembangan diatas, seperti dikatakan Haedar Nashir dalam situs resmi PP Muhammadiyah, kita perlu melakukan konsolidasi internal (yang mana hal ini juga diamanatkan dalam SK PP no. ). Konsolidasi internal yang dimaksud antara lain:

1. Menanamkan kembali kepada anggota mengenai hakikat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam agar seluruh anggota Persyarikatan yakin dan paham betul akan kebenaran Islam yang menjadi misi utama Muhammadiyah, sehingga tidak ragu-ragu dan tidak memilih gerakan lain

2. Memahami dan menghayati secara mendalam mengenai hakikat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang melaksanakan dakwah dan tajdid, sehingga mereka berada dalam posisi untuk menampilkan Islam yang bersifat pemurnian sekaligus pembaruan, tidak semata-mata pemurnian ala Wahabiyah atau Salafy yang rigid, juga sebaliknya tidak terjebak pada sekularisasi pemikiran Islam yang lepas dari sumbu dasar Islam

3. Menggerakkan Muhammadiyah dalam melaksanakan dakwah dan tajdid melalui usaha-usahanya secara ikhlas, sungguh-sungguh, gigih, dan berkelanjutan; sehingga secara istiqamah dan militan menjadi kekuatan umat yang berjuang menegakan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya

4. Menggalang ukhuwah dan soliditas internal gerakan sehingga menjadi kekuatan yang kokoh; tidak tercerai-berai, dan tidak berpaling ke gerakan lain apapun bentuknya apalagi gerakan politik kendati bersayap dakwah sebab Muhammadiyah merupakan gerakan dakwah yang sudah teruji dan tidak ada kepentingan politik kekuasaan

5. Mengembangkan sistem gerakan melalui penguatan jama‘ah, jam‘iyah, dan imamah sehingga gerak Muhammadiyah berjalan secara terorganisasi dan kuat; memiliki disiplin organisasi yang tinggi, dan semuanya hanya bernaung dalam sistem Muhammadiyah secara utuh

6. Menyiapkan sumberdaya manusia dan kader yang unggul, militan, cerdas, dan siap membela organisasi dengan istiqamah dan rasa memiliki dan berkomitmen yang tinggi

7. Menata dan mengkonsolidasi kembali seluruh amal usaha sebagai alat/kepanjangan misi Persyarikatan sekaligus ajang kaderisasi Muhammadiyah, termasuk menyeleksi dan membina seluruh orang yang berkiprah di dalamnya, sehingga amal usaha itu benar-benar mengikatkan, memposisikan, dan memfungsikan diri sebagai milik Muhammadiyah, dan bukan milik mereka yang berada di amal usaha apalagi nilik organisasi lain; yang harus dikelola dengan sistem dan disiplin organisasi Muhammadiyah

8. bersikap tegas terhadap organisasi manapun yang masuk dan dapat mengganggu tatanan serta kelangsungan Muhammadiyah, lebih-lebih terhadap partai politik apapun termasuk partai politik yang mengemban misi dakwah sebagai mereka adalah organisasi lain yang berada di luar; bahwa semuanya harus dibingkai ukhuwah tentu saja tetapi harus bersikap timbal-balik dan saling mengormati

9. Melakukan langkah-langkah pembinaan anggota secara intensif dan sistematik dengan pendekatan-pendekatan klasik dan baru agar tumbuh sebagai anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyahh yang istiqamah dan membela sepenuh hati misi serta kepentingan Muhammadiyah, lebih-lebih di saat kritis dan harus memilih

10. Mengembangkan usaha dan kemampuan-kemampuan kompetitif serta jaringan-jaringan kerjasama secara independen dengan pihak manapun sehingga Muhammadiyah menjadi gerakan yang unggul dan dirasakan kehadirannya sebagaimana layaknya gerakan Islam yang terbesar di negeri ini.

Atas dasar semua hal diatas, maka amatlah relevan dan urgen kiranya semua elemen Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) baik itu Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA) dan Pemuda Muhammadiyah (PM) berusaha untuk mulai mewujudkan nuansa pergerakan yang lebih solid, komunikatif dan sinergis. Mengingat bagaimanapun generasi muda Muhammadiyah nantinya akan menjadi penerus keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah.

Forum Komunikasi Angkatan Muda Muhammadiyah (Forkom-AMM), sesuai namanya, adalah sebuah forum yang menjadi media komunikasi inter dan intra ortom Muhammadiyah, baik secara struktural-organisatoris maupun kultural-personal.

Embrio pembentukan Forkom-AMM ini telah muncul pada saat Musyda yang baru lalu, yakni tersirat pada tema Musyda: Bersatu Kita Teguh, Bersinarlah Muhammadiyah-ku. Jika setelah Musyda ternyata Angkatan Muda Muhammadiyah masih belum bisa mewujudkan persatuan yang digadang-gadangkan itu, maka berarti tema Musyda kemarin hanyalah sebuah Jargon omong kosong.

Bagaimana tanggapan kawan-kawan yang lain?