RELEVANSI MAULID DI ERA GLOBALISASI

Dulu, sekitar 2001 tahun kebelakang (menurut penanggalan Hijriah) telah lahir seorang anak manusia yang mampu merubah tatanan dunia. Meninggalkan warisan yang mendalam dalam sejarah kebudayaan manusia. Memutar balik sosio-kultural masyarakat Arab dari tribalisme pada persaudaraan dan kesaudaraan (Brotherhood). Membawa ajaran tauhid yang menjadi landasan kehidupan menggantikan kepercayaan polytheistik. Dialah Nabi Muhammad SAW, Rasulullah dan penutup para nabi.
Nabi Muhammad adalah presentasi sempurna manusia sebagai khalifatullah. Nabi Muhammad saw adalah nama terbesar sepanjang sejarah manusia. Sebuah syair Arab melukiskan: Muhammad basyarun laa kal basyar, bal huwa kal yakut bainal hajraini"Muhammad saw adalah manusia biasa seperti manusia yang lain, tapi ia bersinar laksana mutiara diantara dua batu hitam". Bahkan orientalis pun mengagumi pribadi nabi.
Dengan berbagai tolak ukur, mereka menempatkan nabi sebagai manusia terbesar sepanjang sejarah kemanusiaan. Sebut saja Thomas Charlyle dengan tolak ukur "kepahlawanan", Marcos Dods dengan "keberanian moral", Nazmi Luke dengan "metode pembuktian ajaran", Will Durant dengan "hasil karya" dan terakhir Michael H. Hart dengan "pengaruh yang ditinggalkan".
Relevansi Maulid
Perlu diketahui bahwa peringatan Maulid seperti yang ada sekarang ini bukanlah ajaran nabi sendiri. Sebagian besar ahli sejarah sepakat bahwa perayaan Maulid terjadi pertama kali pada pemerintahan Salahuddin Al Ayyubi (.1138-1193) yang pada mulanya difungsikan sebagai pemompa semangat juang pasukan muslim dalam perang Salib. Di sini kita tinggalkan dulu perdebatan mengenai boleh tidaknya peringatan Maulid nabi, yang perlu kita renungkan adalah jika memang kita merayakan maulid, maka hikmah apakah atau keteladanan apakah yang perlu kita gali dari pribadi nabi. Apa yang bisa kita transformasikan kedalam diri kita melalui refleksi ini?
Adalah perlu untuk kita tekankan bahwa Nabi Muhammad saw adalah manusia biasa seperti kita, bukan penjelmaan Tuhan seperti konsepsi Kristiani tentang Yesus, atau--seperti yang ditulis Emha--untuk menjadi seperti itu, nabi juga perlu usaha. Beliau berjuang untuk jujur, rendah hati, dan sebagainya. Ini pelajaran awal bagi kita bahwa kita pun bisa "seperti" nabi, dalam artian berusaha menjadi manusia sempurna (istilah Nietze) atau Insan Kamil (bahasa al-Qur'an). Mungkin benar jika nabi mendapat bimbingan dan petunjuk dari Allah, tetapi itu melalui Jibril dan kini giliran kita meneladani nabi dengan petunjuk Allah melalui ajaran nabi.
Keadaan sosio-kultural masyarakat Arab sebelum turunnya wahyu yang pertama sangatlah kacau. Budaya Tribalisme tinggi mengharuskan suku-suku kecil berlindung dibawah kekuasaan suku yang disegani. Pembunuhan selalu dibalas dengan pembunuhan. Kelahiran anak perempuan dianggap aib yang merendahkan martabat sang ayah, karena pada saat itu, wanita tidak dihormati karena tidak bisa berperang sehingga seringkali sang ayah tega membunuh bayinya jika yang lahir adalah perempuan (seperti kasus Umar sebelum masuk Islam). Mencuri, berjudi, mabuk-mabukan dan berzina menjadi sesuatu yang umum. Kepemilikan jumlah budak menjadi kriteria kehormatan. Seorang laki-laki boleh mengawini istri saudaranya jika saudaranya meninggal. Keadaan yang akut seperti ini memaksa beberapa orang yang konsisten dan tidak setuju dengan sistem sosial seperti ini untuk sering berkontemplasi. Tercatat orang-orang yang terpandang seperti Abdul Muthalib dan Abu Thalib adalah yang sering bertafakkur mencari jalan untuk merubah keadaan kaumnya, disamping juga nabi Muhammad saw yang saat itu berumur 40 tahun. Namun dari beberapa orang tersebut, pilihan Allah jatuh pada diri Nabi.
Dengan wahyu pertama yang sangat revolusioner nabi diserahi tugas dan tanggung jawab yang paling berat yang pernah diemban manusia. "Iqra'", bacalah. Baca apa? apa yang harus dibaca nabi? di goa Hira' tidak ada tulisan apapun yang bisa dibaca, bahkan wahyu itu sendiri berbentuk lambang bunyi yang dibisikkan Jibril. Jadi, apa makna perintah: Bacalah! itu? Yang perlu dibaca adalah keadaan masyarakat, lalu ubahlah keadaan itu menjadi lebih baik. Mengenai hal ini akan kita bahas lebih dalam nanti dalam momen yang lebih tepat semisal Nuzulul Qur'an.
Dengan dimulainya perintah itu, nabi berusaha sekuat tenaga untuk merubah tatanan maasyarakat yang salah kaprah dalam sekitar 23 tahun masa kenabiannya berhasil membentuk suatu prototipe kebudayaan dan pemerintahan yang sempurna, masyarakat madani, sivil society.
Saat ini kita di sini. Hidup di masa yang jauh setelah berlalunya periode sejarah emas itu. Lalu apa yang kita lakukan dengan peringatan maulid nabi? Mungkin benar bahwa konteks sosial masyarakat saat ini berbeda dengan zaman nabi dulu, tetapi keadaannya tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Kriminal merajalela, perbudakan gaya baru sudah dan sedang terjadi, degradasi moral menjadikan masyarakat flash-back pada budaya tribal, pentidak-murnian ajaran Islam terjadi dengan neo-polytheisme , pendek kata, situasi dunia post-modern mempunyai kesamaan dengan zaman nabi dulu.
Apa artinya ini? Artinya dengan memperingati maulid nabi, kita menteladai pribadi nabi, mentransformasikan pesan-pesan profetik yang dibawanya dan mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus "membayangkan" bahwa kini kita "diberi wahyu" dan mengemban tanggung jawab yang dulu dibawa nabi. Mari kita merubah tatanan dunia menuju maasyarakat madani seperti yang berhasil dilakukan nabi 1500 tahun yang lalu. MARI!!!